Pengumuman diterima sebagai awardee Australia Award Scholarship 2017 bukanlah akhir perjuangan. Justru di sinilah titik awal perjuangan yang “sebenarnya” dimulai. Setelah berlelah-lelah berusaha sekuat daya dan upaya guna mendapatkan beasiswa, maka kini usaha dan daya berkali-kali lipat harus dilakukan untuk tertunainya cita.
Perjuangan pertama ini disebut PDT, Pre Departure Training. Setelah sempat ditempatkan di Jakarta, lokasi PDT ternyata diubah ke Bali. Ketika itu, saya sudah menyiapkan setting untuk membawa anak selama PDT. Dengan diubahnya lokasi PDT dan tidak bisanya yang momong anak ikut ke Bali, pun childcare muslim fullday satu-satunya penuh, maka dengan berat hati saya tidak mengajak serta anak karena berbagai pertimbangan. Pertimbangan pertama, tentunya bahwa insyaAllah support system keluarga di Jogja lengkap untuk mengasuh anak.
Pertimbangan kedua, mengenai agama, karena tidak tersedia kuota di childcare muslim dan saya tidak ingin anak sekolah di sekolah umum biasa. InsyaAllah di Jogja anak bisa belajar agama dengan baik dengan keluarga. Yang ketiga, akhirnya saya menyadari PDT ini bukan hal yang mudah. ada banyak hal yang harus saya pelajari dengan target tinggi dan tugas yang selalu menanti. Mungkin jumlah tugas tidak demikian banyak. Namun, tingkat kesulitan tugas sangat amat memerlukan waktu dan pikiran maksimal, yang akan sangat sulit jika ditambah dengan menjadi single parent di sini. Bukannya apa-apa, tapi justru anak yang bisa menjadi korbannya.
Pertimbangan terakhir dan yang terutama adalah untuk anak. Saya sadari kos an saya ini bukanlah tempat yang kondusif untuk tinggal seorang anak. Namanya aja kos an, bukan rumah. Padahal anak tipenya aktif sekali, main sepeda sana-sini, sehari bisa keliling perumahan beberapa kali. Kalo hanya ditinggal di sebuah kamar, meski artinya bisa berkumpul dengan ibunya, namun jika ditimbang ulang maka tetap akhirnya kasihan untuk anak. Depan kos udah jalan raya besar, tentunya bukan tempat aman untuk bermain. Intinya, berbagai pertimbangan akhirnya membawa saya pada kesimpulan bahwa sekolah di Bali ini sendiri, dan insyaAllah akan pulang tiap weekend.
Yah, pulang tiap weekend juga membawa cerita sendiri, karena bisa dibayangkan berapa biaya yang mesti kami keluarkan. Namun, tidak ada yang bisa menggantikan moment dg anak. Hal tsb tak akan pernah terulang. Jadi, alhamdulillah selama masih ada yang bisa kami gunakan untuk membeli, maka berarti itulah rejeki dari Allah dari kami supaya saya bisa pulang. Meski itu berarti uang di tabungan jadi tinggal tak seberapa? InsyaAllah kami yakin Allah akan memberi jalan. Allah Maha Kaya, Pengasih, dan Penyayang. Toh yang disebut rejeki itu adalah apa-apa yang benar-benar kita dapat nikmati. Jadi selama masih di tabungan, belum tentu itu rejeki kita kalau kita belum menikmatinya, karena bisa hilang sewaktu-waktu atau habis tanpa sempat kita nikmati, atau usia kita yang sudah habis padahal belum menikmatinya.
Namun bukan berarti kita lalu boleh suka-suka hati menghambur-hamburkan uang yang kita puya lho ya? Ingat ajaran tentang boros, pelit atau kikir, dll. Hal di atas hanya berlaku bagi kegiatan yang bersifat urgent, crucial. Jangan dibandingkan dengan membelanjakan uang untuk shopping-shopping dan memenuhi ambisi gaya hidup.
Selanjutnya, jika ditanya, Apa semudah itu berpisah dengan anak?
Tentu saja TIDAK. Di sela-sela hari di sini, bahkan diri ini pun sempat bertanya-tanya, mengapa saya di sini? mengapa saya melakukan ini? mengapa saya menempuh kesulitan-kesulitan ini? mengapa saya rela meninggalkan anak demi kegiatan ini? dan sederet mengapa-mengapa lainnya.
Di sela-sela mengerjakan tugas yang sulitnya membuat otak terasa demikian panas, hati ini sering terasa teriris sembilu ketika mengingat anak dan anak. Membuat tantangan menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin menjadi bertambah berkali-kali lipat beratnya.
Namun, kuputuskan untuk MENGUATKAN HATI. Bahwa inilah jalan yang kupilih. Bahwa tidak ada sesuatu hal yang terjadi tanpa sebab dan alasan.
Demikian halnya dengan takdirku yang terdampar di sini, di kota ini, Denpasar, Bali. Kota yang menjadi kota kelima yang kuhuni di luar kota kelahiran.
Kota yang menjadi saksi atas perjalanan ini. Kota yang dulu selalu kuimpi-impikan untuk kudatangi namun belum mampu kuraih.
Kota yang menjadi bukti jejak langkah kaki menapaki perjuangan untuk menjadi insan yang semoga semakin berarti.
Setelah kota Yogyakarta, Nanning di China; Tanjung Malim, Perak, di Malaysia; dan Basel di Switzerland; maka akhirnya aku mendarat di sini.
Jika ditanya, apa yang membuatku bertahan menguatkan hati hidup dan belajar di sini? Maka jawabannya adalah ALLAH. Ia lah yang memampukan dan menguatkanku. Ialah yang meringankan hati dan bebanku. Ia lah yang menjadi landasan dalam perjuanganku. Ia lah yang selalu menjaga dan menyelamatkanku dan keluargaku.
Ya, dengan meniatkan ini semua sebagai ibadahlah yang membuat aku mampu bertahan. Setiap lemah dan rasa tak berdaya, niat inilah yang memampukan aku untuk berdiri lagi dan lagi.
Bahwa niat utamaku belajar dan meraih ilmu adalah untuk beribadah kepadaNya. Bahwa hasil dari belajar ini diniatkan dengan cita-cita supaya dapat berbagi lebih banyak lagi terhadap sesama.
Ah, ternyata tulisan ini sudah cukup panjang. Lanjutannya akan disambung di tulisan berikutnya ya… InsyaAllah.
Denpasar, pukul 03.02.
Menyempatkan menulis setelah sampai kos sehabis pulang Jogja. Pesawat delay sehingga pkl 01.30 an dini hari waktu Bali baru landing. Perjalanan belum usai, masih perlu jalan kaki 15 menitan ke parkiran, ambil motor, dan menyusuri jalan membelah malam 30 menitan untuk sampai kosan. Lumayan perjuangan juga bukan? Alhamdulilah, Allah memampukan. Without you Allah, I am nothing.
Tetap semangat ya dek.. 💪😀
Akan menjadi manis diakhirnya, aminnnn…
LikeLike
Makasih Mas. You are the best brother!
LikeLike
Do’aku selalu menyertaimu di mana saja . . . .moga sabar n Sukses . Papa Arel B .
LikeLike
Aamiin… Makasih Lek Adhiek dan lek Asih. Smoga Allah senantiasa melimpahi kita dengan keberkahan, melindungi kita, dan mengabulkan doa2 kita. Aamiin… Both of you always be our best parents.
LikeLike