Sudah lama sekali aku tak dipanggil dg nama itu. Iya, dulu sekali ianya adalah nama panggilanku.
Bagi yang mengenalku sejak kecil, SD, SMP, SMA, dan kuliah S1, maka ia akan akrab mendengar nama itu.
Tidak seperti sekarang, dimana aku memperkenalkan diriku sebagai Fitria.
Tolong jangan panggil aku Fitri, aku nggak suka, karena kurang huruf a di belakangnya. Panggil aku Fitria saja dan semoga ia menjadi doa.
Somehow, aku kangen dipanggil pipit. Ia nama yg akrab dalam setidaknya 2/3 bagian usiaku. Dibaliknya ada banyak cerita, ada banyak kisah, yang membentukku hingga seperti sekarang.
Ada banyak hal menyenangkan, namun juga pahit menggetirkan yg tak kubagi dengan sembarang orang.
Mungkin itu sebabnya dulu aku tak akrab denganmu. Karena aku tak bisa membagi semua ceritaku. Karena bagiku cukuplah aku yg merasakan semua itu.
Karena dg tambatan hatiku baru aku bisa membagi ceritaku.
Jika aku tak akrab denganmu, bukan berarti aku tak mau.
Tapi perih pedihnya keadaanku menghalangiku bergaul layaknya engkau bergaul dg teman-temanmu.
Di saat engkau happy2 dengan teman-teman kita, di saat itu pula aku berjuang mempertahankan hidupku.
Ah, barangkali sama sekali tak kau ketahui semua itu. Karena ia tersimpan rahasia dalam hatiku.
Pipit ah pipit. Betapa ku rindu dengan nama itu. Nama yg terberkahi penuh memori bahagia sampai aku menyelesaikan jenjang sekolah dasarku.
Kenangan masa kecil, berlarian, naik sepeda, manjat pohon (tapi bisanya cuma yg rendah wkwkwk), main ding-ding, jinobe, petak umpet, batu, kartu??? Wkwkwk. Ah ya, monopoli juga.
Pipit o Pipit. Entah dimana sekarang dirimu. Entah bagaimana, aku merindukanmu.
Springfield, 16 September 2018